Book Review and Quotes: Selasa Bersama Morrie


    Hi, reader! Selasa Bersama Morrie adalah buku karya Mitch Albom ke-6 yang akhirnya selesai saya baca setelah buku Meniti Bianglala, Sang Penjaga Waktu, Satu Hari Bersamamu, Dawai-dawai Ajaib Frankie Presto dan Telpon Pertama dari Surga.

    Selasa Bersama Morrie penyampaikan cerita yang penuh makna kebersamaan Mitch Albom dengan Profesor favoritnya Morrie Schwartz semasa kuliahnya dua puluh tahun yang lalu. Morrie profesor tua yang gemar berdansa itu menderita amyotrophic lateral sclerosis (ALS), atau penyakit Lou Gehrig, sebuah penyakit ganas, tak kenal ampun, yang menyerang sistem saraf.

    Cerita ini di awali dengan kenangan Mitch Albom saat terakhir kali bertemu dengan Morrie di acara wisuda kuliahnya, Mitch memperkenalkan kepada kedua orangtuanya, kemudian Mitch memberikan kenang-kenangan sebuah tas kantor bertuliskan namanya di bagian depan. Sejak saat itu dia berharap tidak saling melupakan dan tetap saling berhubungan.

"Aku tak ingin melupakannya. Mungkin aku juga tak ingin ia melupakanku" (Hlm. 4)

    Setelah dua puluh tahun lamanya Mitch datang menemui Morrie kembali. Disisa umurnya Morrie menjalin pertemuan setiap hari Selasa bersama selama Mitch untuk mempelajari makna hidup. Mereka menyebut pertemuan itu kuliah. Hanya berjalan selama empat belas kali hari Selasa, tapi begitu banyak pesan yang disampaikan oleh Morrie.

    Empat belas hal yang dibahas adalah tentang dunia, mengasihani diri sendiri, penyesalan diri, kematian, keluarga, emosi, uang, perkawinan, budaya, maaf, hari yang paling baik dan hingga akhirnya mereka saling mengucapkan kata perpisahan.

    Setiap pertanyaan dari Morrie yang diajukan kepada Mitch Albom sangat terasa seperti diajukan juga untuk pembaca, kususnya halaman 36.

"Apa kau sudah menemukan orang tempat kau berbagi perasaan?"
"Apa kau menyisihkan penghasilanmu untuk amal?"
"Apa kau menerima dirimu apa adanya?"
"Apa kau mencoba bersikap manusiawi sebisa-bisamu!"

    Karakter Morrie bisa kita kenal lebih dekat pada cerita-ceritanya setiap pergantian hari selasa. Morrie tahu berapa lama lagi sisa hidupnya di Dunia. Disisa hidupnya Morrie ingin bisa menceritakan pengalaman hidupnya terutama kepada Mitch Albom. Morrie tidak menyesal bahwa dirinya semakin menua, tidak takut bahwa dirinya sebentar lagi akan mati dan Morrie ingin memaafkan dirinya sendiri sebelum maut menjemputnya. Morrie merasa beruntung karena sepanjang hidupnya Morrie mempunyai keluarga yaitu istri dan anak-anaknya, bahkan ketika maut akan menjemputnya mereka rela mengorbankan waktunyaa untuk bisa mendampingi Morrie. Morrie sangat membutuhkan rasa cinta itu, baginya harta dan kekuasaan tidak pernah dapat menggantikan kasih sayang.

    Setiap perkataan Morrie yang dikatakan kepada Mitch Albom juga sangat bermakna hingga bisa menjadi bahan renungan untuk para pembaca buku ini.

    Saya telah mengutip beberapa perkataan penting yang Morrie katakan kepada Mitch Albom. Berikut ini adalah kutipannya:

Tentang Cinta

"Yang paling penting dalam hidup adalah belajar cara memberikan cinta kita, dan membiarkan cinta itu datang" (Hlm. 55)

Tentang Mengasihi Diri Sindiri

"Aku memberi kesempatan kepada diriku untuk menangis kalau itu perlu. Tapi setelah itu aku memusatkan perhatianku kepada segala hal yang masih baik dalam hidupku. Kepada orang-orang yang datang menjengukku. Kepada kisah-kisah yang akan kudengar. Kepadamu setiap Selasa. Karena kita manusia Selasa." (Hlm. 61)

"Mitch, aku tidak membiarkan diriku hanyut dalam rasa kasihan berlebihan kepada diriku sendiri. Setiap pagi kubiarkan diriku menangis sedikit, tapi hanya itu." (Hlm. 61)

"Kadang-kadang kita tak boleh percaya kepada yang kita lihat, kita harus percaya kepada yang kita rasakan. Dan jika kita ingin orang lain percaya kepada kita, kita harus merasa bahwa kita dapat mempercayai mereka juga—bahkan meskipun kita sedang dalam kegelapan. Bahkan ketika kita sedang terjatuh." (Hlm.65)

Tentang Kematian

"Sesungguhnya Mitch, begitu kita ingin tahu bagaimana kita akan mati, itu sama dengan belajar tentang bagaimana kita harus hidup." (Hlm.87)

Tentang Keluarga

"Sesungguhnya, selain keluarga, tidak ada fondasi, tidak ada landasan kokoh, yang mungkin manusia bertahan sampai saat ini. Peran keluarga mwnjadi jelas sekali bagiku setelah aku jatuh sakit. Tanpa dukungan, cinta, kasih sayang, dan perhatian yang kita peroleh dari keluarga, kita tidak memiliki apa pun. Cinta adalah sesuatu yang paling penting. Seperti kata penyair besar Auden, 'Saling mencintai atau punah dari muka bumi.'" (Hlm. 96)

Tentang Emosi

"Mematikan perasaan, mengosongkan diri—detachment." (Hlm. 112)

Tentang Takut Menjadi Tua

"Mitch, aku berusaha akrab dengan proses penuaan. Prinsipnya sederhana sekali semakin bertambah usia kita tetap dua puluh dua tahun, kita akan sama bodohnya dengan ketika usia kita dua puluh tahun. Kita tahu bahwa penuaan tidak hanya berarti pelapukan, tetapi juga pertumbuhan. Penuaan tidak hanya bermakna negatif, bahwa kita akan mati, tetapi juga makna positif, bahwa kita mengerti kenyataan bahwa kita akan mati, dan karena itu kita berusaha untuk hidup dengan cara lebih baik." (Hlm. 126)

"Tapi kalau penuaan begitu berharga, mengapa selalu berkata, 'Ah, kalau saja aku muda lagi.' Kita tidak pernah mendengar komentar, 'Kalau saja umurku enam puluh orang lima tahun.'" (Hlm.126)

"Tahukah kau yang tercermin dari situ? Banyak orang merasa hidup ini tidak memuaskan, ada keinginan yang tidak terpenuhi. Hidup terasa tidak bermakna. Karena kalau kita telah menemukan makna hidup, kita tidak ingin kembali. Kita ingin lanjut ke depan. Kita ingin tahu lebih banyak lagi, berbuat lebih banyak lagi. Dan kita tidak sabar menunggu sampai usia kita enam puluh lima tahun. Dengar. Ada yang perlu kau ketahui. Juga oleh semua orang muda lain. Jika kalian terus bersikeras melawan proses penuaan, kalian akan selalu merasa tidak bahagia, karena bagaimanapun itu akan terjadi." (Hlm. 126)

Tentang Uang

"Kemana pun aku pergi, ada saja orang yang dengan bernafsu ingin memiliki apa pun yang baru. Sebuah mobil baru, sebidang tanah baru. Mainan terbaru. Dan kemudian mereka juga bernafsu untuk menceritakannya kepada kita. 'Coba lihat apa yang baru aku beli?'"

"Kau tahu bagaimana aku menafsirkan semua itu? Yang sangat didambakan oleh orang-orang ini pada dasarnya adalah kasih sayang namun karena tidak mendapatkannya, mereka mencari ganti dalam bentuk-bentuk yang lain. Mereka mengikatkan diri pada harta benda dan mengharapkan semacam kepuasan dari situ. Akan tetapi usaha mereka tidak pernah berhasil. Kita tidak dapat menukar cinta, kelembutan, keramahan, atau rasa persahabatan dengan harta benda."

"Harta tidak pernah dapat menggantikan kasih sayang, begitu pula kekuasaan. Aku dapat berkata begini kepadamu, karena sebentar lagi aku akan mati, dan yang paling aku butuhkan adalah cinta, bukan uang, bukan pula kekuasan, betapa pun banyaknya uang dan kekuasaan yang aku miliki." (Hlm. 132)

"Mitch, kalau kau berusaha memamerkan prestasimu kepada kalangan atas agar kau diterima oleh mereka, upayamu akan gagal. Meskipun sesekali mereka akan menengokmu ke bawah. Dan jika kau berusaha memamerkan keberhasilanmu kepada mereka yang kurang beruntung agar kau diakui oleh mereka, kau juga akan gagal. Mereka hanya akan iri kepadamu. Di atas tidak di terima, di bawah pun kau tidak diakui. Hanya dengan hati terbuka kau akan diterima dan diakui oleh semua orang."

"Ajalku sudah dekat, bukan? Menurutmu, apa pentingnya bagiku mendengarkan masalah- masalah orang lain? Belum cukupkah sakit dan penderitaan yang harus kujalani sendiri? Betul sekali. Tapi perbuatan memberilah yang membuatku merasa hidup. Bukan mobil atau rumahku. Bukan pula semua yang kulihat melalui cermin. Ketika aku memberikan waktuku, ketika aku dapat membuat seseorang tersenyum setelah sebelumnya merasa sedih, aku merasa sesehat yang pernah kurasakan." (Hlm.135)

"Berbuatlah apa pun yang sesuai dengan kata hati. Apabila kita berbuat demikian, kita tidak akan merasa kecewa, kita tidak akan merasa iri, kita tidak akan mendambakan milik lain. Sebaliknya, kita akan kewalahan dengan ganjaran yang akan kita terima." (Hlm. 136)

Tentang Perkawinan

"Dalam perkawinan kita diuji. Kita mencari tahu siapa kita, siapa orang lain yang menjadi pasangan kita, mana yang harus kita sesuaikan, mana yang tidak." (Hlm. 158)

Tentang Maaf

"Maafkan dirimu sendiri sebelum kau mati. Baru kemudian memaafkan orang lain." (Hlm. 175)

"Untuk segala sesuatu yang tidak kita kerjakan. Untuk segala sesuatu yang seharusnya telah kita kerjakan. Kita tidak boleh berhenti pada penyesalan diri atas sesuatu yang semestinya terjadi. Itu tidak ada gunanya, apalagi bila keadaan sudah menjadi begini." (Hlm. 178)

"Maafkan diri sendiri. Maafkan orang lain. Jangan ditunda-tunda, Mitch. Tidak semua orang punya kesempatan untuk melakukan seperti yang kudapatkan. Tidak semua orang seberuntung aku." (Hlm. 178)

Tentang Hari yang Paling Baik

"Kematian bukan sesuatu yang menukar, bukan? Kematian sama alaminya dengan hidup itu sendiri. Bagian dari proses yang kita jalani." (Hlm. 184)

"Mati adalah sesuatu yang alami. Kenyataan bahwa kita terlalu membesar-besarkannya adalah karena kita tidak memandang diri sendiri sebagai bagian dari alam. Kita mengira bahwa karena kita manusia berarti kita mempunyai derajat lebih tinggi daripada alam. Kita tidak seperti itu. Apapun yang dilahirkan, pada akhirnya akan mati. Dalam hal inilah kita berbeda dari tanaman yang indah ini dan dari hewan. " (Hlm. 186)

"Selama kita dapat saling mencintai, dan mengingat rasa cinta yang kita miliki, kematian tidak dapat membuat kita harus berpisah. Semua kasih yang kita berikan akan tetap ada. Semua kenangan tentang itu masih ada. Kita akan hidup terus dalam hati siapa pun yang pernah kita sentuh dengan kasih sayang." (Hlm. 186)

"Kematian mengakhiri hidup, tetapi tidak mengakhiri suatu hubungan." (Hlm. 186)

Baca juga: Tips Gaya Hidup Lebih Aktif klik di sini.

Thank you so much for visiting my blog, for taking the time to look around and read more than just one post. I hope you come to visit again soon!
Keep believe an amazing process, ya :)
Desti—

0 Comments