Membaca Kisah Sintong Tinggal Seorang Penjaga Toko Buku Bajakan
Kita tidak sempurna. Kita mungkin punya keburukan, melakukan kesalahan, bahkan berbuat jahat, menyakiti orang lain. Tapi beruntunglah yang mau berubah. Berjanji tidak melakukannya lagi, memperbaiki, dan menebus kesalahan tersebut.
Mari tutup masa lalu yang kelam, mari membuka halaman yang baru. Jangan ragu-ragu. Jangan cemas. Tinggalkanlah kebodohan dan ketidakpedulian. “Selamat Tinggal” suka berbohong, “Selamat Tinggal” kecurangan, “Selamat Tinggal” sifat-sifat buruk lainnya.
Karena sejatinya, kita tahu persis apakah kita memang benar-benar bahagia, baik, dan jujur. Sungguh “Selamat Tinggal” kepalsuan hidup.
Selamat membaca novel ini. Dan jika kamu telah tiba di halaman terakhirnya, merasa novel ini menginspirasimu, maka kabarkan kepada teman, kerabat, keluarga lainnya. Semoga inspirasinya menyebar luas.
Yuk, simak review berikut:
1. Tokoh Cerita
2. Topik Cerita
3. Suasana Cerita
4. Latar Cerita
5. Kesan & Pesan Cerita
"Semua tulisan itu bagus, Jess. Yang membedakan hanyalah, ada yang telah berlatih lama, ada penulis yang baru memulainya. Dengan terus berlatih, siapa pun bisa menyalip penulis paling hebat sekalipun." —Sintong (Hlm. 70)
Tokoh lainnya ada Paklik Maman dan istrinya, yaitu Bulik Ningrum sebagai pemilik toko buku Berkah yang mempunyai peran penting dalam cerita ini. Ada Pak Darman dan istri Pak Hardja yang turut membantu peroses terkait skripsi yang Sintong tulis.
Kemudian juga ada tiga wanita yang masing-masing memiliki rahasia kecil, membuat cerita setiap bab semakin dibikin penasaran pada rahasia-rahasia yang tersembunyi dari mereka. Mereka bernama Mawar Terang Bintang, Jess dan Bunga.
"Ternyata hidup ini punya sisi lain yang berangkali saja lebih keren. Bukan hanya topeng, seolah terlihat happy, tapi sebenarnya... entahlah. Ternyata hidup ini seru sekali tampil apa adanya, bodo amat dengan penilaian orang lain." —Jess (Hlm. 209)
Topik lain yang dibahas adalah tentang seorang penulis besar yang hilang dalam catatan sejarah literasi nasional. Penulis tersebut bernama Sutan Pane. Ia menghilang secara misterius pada masa keemasannya tahun 1965-1960 saat sedang produktifnya menulis.
Pada bagian cerita tentang Sutan Pane ini mengingatkan kembali bahwa Indonesia pernah mengalami peristiwa pandemi cacar tahun 1949.
Pertama, memahami dari tujuan dan maksud seorang penulis dalam hal menulis.
"Aku juga sering kali takut menulis, Darman. Tapi aku lebih takut lagi jika tidak bersuara. Harus ada yang menyampaikan prinsip-prinsip kebaikan. Aku juga berkali-kali gemetar saat mengetikkan tulisan, gentar sekali. Tapi aku lebih takut jika keadilan itu tidak disampaikan. Maka biarlah aku mengetiknya, menyampaikan suara-suara yang diam." —Sutan Pane (Hlm. 86)
"Ibuku pernah bilang, bacalah banyak buku, agar besok lusa bukan hanya agar kau tidak mudah ditipu orang, tapi kau bisa mencegah penipu membohongi orang banyak." (Hlm.134)
Ketiga, meyakinkan bahwa setiap tulisan yang sudah ditulis tidak akan sia-sia.
"Di antara suara-suara dingin, akan selalu ada yang memahami tulisan kita. Akan ada yang selalu mengerti, lantas bahu-membahu, sungguh-sungguh ingin mengubah situasi." (Hlm. 229)
"Tanpa penulis, peradaban tidak bisa diwariskan. Kita boleh saja punya jutaan politisi, jutaan pejabat, tapi tanpa penulis, itu sungguh celaka..." (Hlm. 330)
Kelima, menyerukan agar menjaga diri, menjaga keluarga dari prilaku korupsi.
"Dan kita bertanggung jawab tidak hanya terhadap diri kita sendiri, tapi juga terhadap orang-orang di sekitar kita. Atasan bertanggung jawab atas anak buahnya. Orangtua bertanggung jawab atas anak-anaknya. Memastikan perkataan, tulisan, dan perbuatan itu selalu sama." (Hlm. 337)
Kehadiran Sutan Pane pada cerita ini mempunyai dampak besar dalam keberlangsungan kuliah dan semangat hidup Sitong. Tentunya berkat lewat tulisan-tulisan Sutan Pane yang sudah dia baca dan dari harta karun yang dia dapat.
"Tulislah sesuatu yang harus dibaca banyak orang, bukan yang ingin dibaca orang banyak." (Hlm. 121)
Ada nuansa kegalauan cinta juga yang hadir di hidup Sintong karena dua gadis cantik, yaitu Mawar Terang Bintang dan Jess. Penolakan dan penerimaan cinta datang bergantiaan di antara ketiganya. Dua gadis cantik ini juga mampu mengubah jalan hidup yang Sintong pilih.
"Bukan perasaannya yang keliru. Itu selalu benar. Tapi waktunya... Datang di waktu yang keliru. Tempatnya... Tumbuh di tempat yang salah. Tidak akan mekar tunasnya, apalagi berbunga. Tidak." (Hlm. 294)
"Kalau ada yang gratis, ngapain harus beli?" (Hlm. 163)
Selain novel ada juga buku-buku yang sering dibutuhkan untuk belajar yang dijadikan contoh pada cerita ini, seperti buku mata kuliah ekonomi, kamus, buku KUHP dan tes CPNS yang jauh lebih murah dibeli dan lebih mudah mendapatkannya di toko buku bajakan.
"Lagian kalau ada yang murah, ngapain beli yang mahal?" (Hlm. 75)
Saya suka pada bagian percakapan yang bisa mengingatkan pembaca bahwa sebenarnya ada solusi untuk tidak menggunakan produk bajakan atau tiruan.
"Seharusnya jika penduduk kita tidak mampu membelinya, mereka bisa menggunakan produk lokal. Toh, banyak produk lokal yang tidak kalah kualitasnya, soal merek saja yang tidak terkenal. Mungkin karena penduduk kita suka pamer, simbol kesuksesan. Di negara dengan karakter kosumen suka pamer, produk tiruan laku keras. Di Indonesia saja, mungkin nyaris delapan puluh triliun nilai produk palsu ini setiap tahunnya." —Jess (Hlm. 60)
Selain itu juga mengingatkan pembaca untuk lebih berhati-hati dalam membeli produk secara online di marketplace seperti Tokesedia, Shopaa, Lezada, dan Bukadonglapak. Karena tidak semua penjual menuliskan deskripsi produk secara jujur tanpa memperdulikan kualitas atau keamanan untuk pembeli produk tersebut.
Ada pengibaratan orang yang sudah ketergantungan menggunakan produk bajakan yang dapat merugikan orang lain. Tetapi yang dipersalahkan adalah yang punya karya, bukan pengguna bajakannya.
Saya suka obrolan antara Sintong dengan ketiga sahabatnya yaitu Andi, Joko dan Adam yang sedang reuni di warung Mie Aceh Negeri Seribu Bukit. Karena obrolan ini mengenai topik tentang mengcover lagu-lagu lama, kemudian website yang menyediakan streaming ribuan film ilegal dan e-book ilegal. Ini adalah bagian paling menarik yang menandung edukasi tentang tanpa izin menggandakan karya orang lain terutama buku bajakan dan e-book ilegal.
Sintong juga menceritakan lewat sebuah kasus saat bersama Bunga dan penjaga toko buku lainnya tentang pihak penulis dan penerbit yang dirugikan atas kasus pembajakan buku khususnya buku-buku yang sudah best seller.
Selain edukasi lewat obrolan tersebut, di bagian belakang halaman buku setelah epilog juga terdapat edukasi mengenai ciri-ciri buku bajakan, e-book ilegal dan himbauan dari penulis bahwa penulis berhak mendapatkan perlindungan dari orang-orang yang mencuri karya-karyanya.
Saya bukan hanya merasa sangat asyik seperti mendengarkan langsung Sintong mengobrol dengan para sahabatnya, tetapi saya juga seperti sedang membaca unek-unek sang penulis, Tere Liye yang mengungkapkan bahwa sebenarnya ia sebagai seorang penulis sudah sering protes soal pejualan buku bajakan, tidak pernah ada langkah serius dari penegak hukum untuk memberantas hingga tuntas peredaran buku bajakan.
Pesan dari cerita ini selain memberikan himbauan juga untuk memberi pemahaman lebih dalam tentang tindakan yang tidak pantas dilakukan, mengajak para pembaca untuk mengakhiri ketergantungan menggunakan produk bajakan dan mengingatkan pasti ada jalan keluar untuk mengakhiri ketergantungan tersebut.
"Kamu akan selalu punya jalan keluar. Tidak hari ini, besok lusa akan tampak. Tidak malam ini, tapi sepanjang kamu sungguh-sungguh, itu akan menjadi keniscayaan." (Hlm. 322)
10 Comments
Aku tidak menyangka arti selamat tinggal di buku ini ternyata selamat tinggal pada sifat dan sikap negatif yang pernah ada. Aku juga tidak menyangka novel ini memasukkan tentang pembajakan buku. Jarang sekali aku menemukan novel seperti ini.
ReplyDeleteIya, aku juga tidak menyangka di balik judulnya yang melow ternyata selamat tinggalnya itu kepada tindakan negatif, La.
DeleteJadi ingin baca novelnya. Masih jadi wishlistku ini. Sepertinya di atas ada titik yang terlewat waktu memperkenalkan tokoh utama.
ReplyDeleteTerima kasih koreksinya kak :)
DeleteWaahh..selalu keren novelnya tere liye. Walaupun topiknya agak berat, tapi selalu terasa ringan dengan novel-novel yang sudah ada 👍👍👍
ReplyDeleteIya, setuju novel Tere Liye selalu keren 😍🙌
DeleteTerima kasih Kak Desti atas reviewnya. Jadi dapat clue isi bukunya tentang apa. Kemarin kelupaan ikutan PO. Tapi tetep, jadi wishlist dong😍. Bener2 gak nyangka kalau pembajakan buku bakal dibahas disini karena dari blurbnya pun sangat misterius dan general. Memang pembajakan itu sudah mendarah daging di Indonesia. Apalagi pembajakan buku. Di salah satu daerah di So*o pun sampai ada kawasan yang terkenal dengan "buku murahnya". Orang-orang pun mesti bilang, "Kalau di So*o nyari buku murah, cari saja di belakang Sri*eda*i."Memang tidak semua buku yang dijual itu bajakan. Ada buku bekas ori yang dijual disana, tetapi penjual pun tak jarang menawarkan novel/ buku yang sedang populer disana saat aku menanyakan salah satu judul buku. Ketika saya menanyakan apakah buku tersebut ori, penjual dengan santainya menjawab mana ada Mbak. Kan sedih. Gemes sendiri. Jadi curhat kan😅 Semangat nulisnya, Kak Desti🤗
ReplyDeleteGak apa2, Det. Iya, sama2. Terima kasih juga, ya 🤗🌷
DeleteJadi pengen baca bukunya 🥰
ReplyDeleteSemoga bisa cepat baca buku ini ya, kak 😊
Delete